BETAH
  • Cerita
  • Ndopok
  • Dolan
  • Obah
  Kirim Artikel & Video
BETAH
  • Cerita
  • Ndopok
  • Dolan
  • Obah
  Kirim Artikel & Video
BETAH
BETAH
  • Cerita
  • Ndopok
  • Dolan
  • Obah

© 2025 betah.co.id

Ndopok

Sejarah Makan Sehari Tiga Kali: Dari Zaman Kuno hingga Modern

Jum, 7 Feb 2025
A+A-
Reset
Sejarah Makan 3 Kali Sehari
11

Kalau kita ngomongin soal makan tiga kali sehari—sarapan, makan siang, dan makan malam—kita sering menganggapnya sebagai hal yang biasa. Tapi tahukah kamu kalau pola makan ini sebenarnya bukan sesuatu yang selalu ada sepanjang sejarah manusia? Tradisi makan tiga kali sehari itu ternyata hasil dari perjalanan panjang yang dipengaruhi oleh budaya, teknologi, dan bahkan ekonomi.

Awal Mula Pola Makan Tiga Kali Sehari

Cikal bakal makan tiga kali sehari bisa dilacak sampai ke zaman Yunani kuno. Pada masa itu, orang-orang Yunani, terutama kalangan bangsawan, sudah punya kebiasaan makan pagi, siang, dan malam. Tapi jangan bayangkan mereka makan dengan menu mewah seperti sekarang ya! Polanya masih sangat sederhana dan belum merata di semua lapisan masyarakat. Di banyak tempat lain di dunia, orang-orang hanya makan sekali atau dua kali sehari karena keterbatasan makanan dan teknologi.


Revolusi Industri: Titik Balik Pola Makan

Perubahan besar dalam pola makan dimulai pada abad ke-17 hingga abad ke-19, saat Revolusi Industri terjadi. Saat itu, jam kerja mulai lebih terstruktur, dan orang-orang butuh energi tambahan untuk bekerja keras di pabrik atau ladang. Sarapan pun mulai diperkenalkan sebagai bagian penting dari hari untuk memberikan tenaga sebelum memulai aktivitas.

Selain itu, penemuan listrik dan lampu juga berperan besar. Dengan adanya penerangan buatan, orang-orang bisa tetap produktif bahkan setelah matahari terbenam. Akhirnya, kebiasaan makan malam mulai berkembang menjadi rutinitas yang lebih teratur.


Norma Sosial dan Budaya

Pola makan tiga kali sehari nggak cuma dipengaruhi oleh teknologi, tapi juga oleh konstruksi sosial. Pada abad ke-19, makan tiga kali sehari mulai dianggap sebagai simbol kemakmuran dan disiplin diri. Keluarga-keluarga kelas menengah dan atas di perkotaan mulai mengadopsi pola ini sebagai bagian dari gaya hidup mereka. Lama-lama, kebiasaan ini menyebar ke seluruh lapisan masyarakat.

Namun, nggak semua budaya mengikuti pola ini. Di beberapa negara Asia, misalnya, kebiasaan makan nasi tiga kali sehari lebih berkaitan dengan budaya agraris yang mengandalkan karbohidrat sebagai sumber energi utama. Jadi, pola makan ini nggak universal, melainkan adaptasi dari kebutuhan dan kondisi lingkungan.


Tantangan Modern terhadap Pola Makan Tiga Kali Sehari

Di era modern, pola makan tiga kali sehari mulai dipertanyakan. Beberapa ahli gizi bilang bahwa frekuensi makan nggak selalu berkorelasi langsung dengan kesehatan atau berat badan. Rasa lapar, misalnya, sering kali lebih bersifat psikologis daripada fisiologis. Selain itu, gaya hidup yang semakin sibuk bikin banyak orang kesulitan memenuhi kebutuhan makan tiga kali sehari, apalagi bagi anak-anak yang bergantung pada keluarga untuk pemenuhan gizi.

Beberapa pendekatan alternatif, seperti intermittent fasting (puasa intermiten) atau makan dua kali sehari, mulai populer sebagai cara untuk mengelola berat badan dan meningkatkan kesehatan. Meskipun begitu, makan tiga kali sehari tetap jadi pedoman umum yang direkomendasikan oleh banyak lembaga kesehatan.


Pola makan tiga kali sehari adalah hasil dari sejarah panjang yang melibatkan perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi. Dari Yunani kuno hingga Revolusi Industri, hingga era modern, kebiasaan ini telah berkembang menjadi norma yang diterima secara luas. Namun, dengan tantangan baru dalam gaya hidup kontemporer, masyarakat mulai mencari cara lain untuk memenuhi kebutuhan gizi mereka.

Apakah makan tiga kali sehari akan tetap jadi standar di masa depan? Atau mungkin kita akan melihat pergeseran lebih lanjut dalam pola makan manusia? Yang pasti, sejarah udah nunjukin kalau kebiasaan makan kita selalu berkembang seiring dengan perubahan zaman. Jadi, nggak ada salahnya kita terus belajar dan menyesuaikan pola makan sesuai kebutuhan tubuh kita masing-masing. Santai aja, yang penting sehat! 😊

Budaya MakanSejarah Makan
Bagi FacebookTwitterWhatsappThreadsBluesky
sebelumnya
Apa Bedanya Purwokerto dan Banyumas? Ini Penjelasan Lengkapnya!
selanjutnya
UIN Saizu Purwokerto Bekali Moderasi Beragama Bagi Ribuan Pelajar

Terbaru

  • Mahasiswa UB Kediri Perkenalkan Suplemen Pakan UMB untuk Dukung Kesehatan Ternak

  • Mahasiswa KKN UIN Saizu Sulap Jagung Jadi Susu Sehat: Inovasi Ekonomi Kreatif di Desa Tanahbaya

  • Sinaga Mas Kecamatan se-Kabupaten Banyumas Dikukuhkan

  • Sambang Pesantren PW RMI NU Jateng Perkuat Konsolidasi, Halaqoh Kepengasuhan di Ponpes Miftahul Burhani Pesawahan

  • KH Taefur Arafat Kembali Pimpin MUI Kabupaten Banyumas 2025-2030

POPULER

  • Mahasiswa UB Kediri Perkenalkan Suplemen Pakan UMB untuk...

    Rab, 6 Agu 2025
  • Sambang Pesantren PW RMI NU Jateng Perkuat Konsolidasi,...

    Sen, 4 Agu 2025
  • Pujasera Balidul Hadir di Kedungbanteng, Tawarkan Kuliner Murah...

    Rab, 30 Jul 2025
  • Sinaga Mas Kecamatan se-Kabupaten Banyumas Dikukuhkan

    Rab, 6 Agu 2025
  • Fenomena Gugatan Cerai Pasca Pelantikan PPPK/ASN (Menimbang Fiqih...

    Rab, 30 Jul 2025
  • Facebook
  • Instagram
  • Youtube
  • Tiktok
  • Tentang
  • Kebijakan Privasi
  • Kontributor

© 2025 - betah.co.id

BETAH
  • Cerita
  • Ndopok
  • Dolan
  • Obah
Sign In

Keep me signed in until I sign out

Forgot your password?

Password Recovery

A new password will be emailed to you.

Have received a new password? Login here