Di ujung jalan desa Taman Sari, Karanglewas, Banyumas, berdiri sebuah studio kecil dengan aroma yang sulit dilupakan. Bukan kafe atau butik pakaian, melainkan tempat unik bernama Meracik Parfum—ruang eksplorasi bagi siapa pun yang ingin menciptakan wewangian dengan karakter dan cerita pribadi.
Begitu melangkah masuk, ruangan sederhana bernuansa vintage menyambut dengan deretan botol kaca berisi ratusan aroma dasar. Di atas meja panjang, alat-alat meracik seperti pipet, blotter, dan tabung kaca tersusun rapi. Di sinilah, siapa pun bisa menjadi parfumer dadakan—memilih, mencampur, dan memberi nama pada aroma yang mereka racik sendiri.
“Banyak orang membeli parfum karena tren, tapi di sini kami ajak mereka bikin aroma yang benar-benar sesuai dengan siapa mereka,” ujar Uung Ferinuro, pemilik sekaligus perfumer di balik studio ini. Ia adalah Brand Activist dari Indonesian Brand Activist Network (IBAN), yang percaya bahwa aroma bisa menjadi ekspresi diri paling jujur.
Pilihan aroma yang ditawarkan pun beragam. Ada citrus segar, floral lembut, hingga woody dan oriental yang khas. Pengunjung tinggal memilih bahan dasar, mencampurnya sesuai selera, lalu membawa pulang parfum yang benar-benar personal. Harga? Variatif, dari yang ramah dompet hingga premium, semua tergantung kreativitas pembuatnya.
Tak jarang, hasil racikan diberi nama unik yang menggambarkan suasana hati atau kenangan tertentu. “Ada yang menamai parfum mereka ‘Kenangan Senja’, ‘Rahasia Kita’, sampai ‘Habis Ujian’,” cerita Uung sambil tertawa. Bagi banyak pelanggan, parfum buatan sendiri menjadi cara baru merawat perasaan—menyemprotkan aroma yang mereka ciptakan sendiri setiap pagi.
Meracik Parfum kini tak hanya jadi studio pribadi, tapi juga tempat berbagai komunitas berkumpul. Mulai dari ibu-ibu PKK, remaja, hingga pasangan muda pernah mengikuti sesi workshop meracik parfum di sana. Tempat ini perlahan menjelma menjadi destinasi alternatif bagi generasi muda Karanglewas yang mencari pengalaman kreatif dan meaningful.
Di tengah maraknya parfum impor dan tren aroma instan, Uung memilih jalur berbeda: mengangkat lokalitas dan mendorong kebebasan berekspresi. Ia bahkan melahirkan lini produk bernama Mostly & Co, hasil pengembangan aroma dari studio Meracik Parfum sendiri.
“Parfum itu nggak cuma soal bau yang enak. Ada cerita, ada rasa, ada identitas di setiap semprotannya,” jelas Uung. Ia percaya, ketika aroma dibuat dengan niat dan pemahaman, hasilnya bisa menyentuh lebih dari sekadar indra penciuman—tapi juga hati.
Konsep yang ditawarkan Meracik Parfum terasa segar dan personal di tengah gempuran industri kosmetik massal. Di sinilah, aroma menjadi ruang dialog—antara seseorang dengan kenangannya, suasana hati, atau bahkan impian yang belum terucap.
Jika Anda sedang mencari aroma yang tidak pasaran, atau sekadar ingin “main-main” dengan dunia wewangian yang menyenangkan, Meracik Parfum layak dikunjungi. Karena di tempat ini, parfum bukan sekadar produk—tapi cerita yang bisa disemprotkan ke tubuh, dan dibawa pulang sebagai bagian dari diri sendiri.