KRISIS iklim, pencemaran lingkungan, dan kerusakan alam kini bukan lagi sekadar isu akademik. Ia nyata, terasa, dan menuntut tanggung jawab kolektif. Di tengah tantangan global ini, muncul sebuah harapan dari arah yang mungkin belum banyak disadari: lembaga keuangan syariah (LKS).
Dr. Akhmad Faozan, Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto, melihat LKS sebagai aktor strategis dalam menjembatani nilai-nilai Islam dengan misi penyelamatan bumi. Baginya, pelestarian lingkungan bukan hanya urusan teknis, melainkan juga panggilan spiritual.
“Al-Qur’an tegas melarang manusia merusak bumi. Lihat saja QS. Al-A’raf: 56 dan QS. Ar-Rum: 41. Itu bukan sekadar larangan moral, tapi fondasi filosofis bahwa ekonomi Islam harus berjalan seimbang—adil bagi manusia dan alam,” ujarnya.
Lembaga keuangan syariah dibangun di atas prinsip-prinsip etika: keadilan, larangan riba, transparansi, dan tanggung jawab sosial. Dalam kerangka itu, konsep Triple Bottom Line—profit, people, planet—bukanlah hal asing. Bahkan sudah menjadi ruh dalam praktik keuangan syariah.
Beberapa kontribusi LKS terhadap ekonomi hijau mulai terlihat. Dari pembiayaan proyek energi terbarukan dan transportasi rendah emisi, penerbitan green sukuk untuk proyek ramah lingkungan, pemberdayaan UMKM hijau di sektor pertanian organik dan daur ulang, hingga penggunaan dana sosial syariah seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) untuk membangun kesadaran ekologis di akar rumput.
Namun, membangun ekonomi hijau tentu bukan tugas LKS semata. Dr. Faozan menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor—pemerintah, komunitas, pelaku industri, LSM, bahkan individu. Pemerintah, misalnya, memegang peran kunci melalui regulasi, pengawasan, dan pemberian insentif fiskal. Kementerian seperti KLHK, ESDM, KKP, hingga Kemenkeu adalah pemain penting dalam ekosistem ini.
Di sisi lain, tantangan tetap ada. Pemahaman masyarakat tentang ekonomi hijau berbasis syariah masih terbatas. Pendanaan belum optimal. Sinergi kebijakan masih lemah, dan SDM pun belum sepenuhnya siap. Namun, semua itu bukan alasan untuk menyerah.
“Kalau semua pihak bisa bersinergi—LKS, pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat—kita bisa mewujudkan sistem ekonomi yang bukan hanya berkelanjutan, tapi juga sesuai dengan nilai-nilai Islam. Ini bukan sekadar proyek duniawi, tapi jihad kolektif menyelamatkan bumi untuk generasi masa depan,” tutup Dr. Faozan dengan penuh keyakinan.
Tim Redaksi
betah.co.id