Jumat, 20 Juni 2025
Kirim Artikel / Video
BerandaDolanJadwal Unggah-Unggahan Banokeling di Tahun 2025

Jadwal Unggah-Unggahan Banokeling di Tahun 2025

Indonesia adalah negara yang kaya akan tradisi dan budaya lokal. Salah satu tradisi unik yang masih dilestarikan oleh masyarakat adat di wilayah kabupaten Banyumas dan Cilacap hingga saat ini adalah Unggah-Unggahan, sebuah ritual tahunan yang dilaksanakan oleh komunitas adat Banokeling atau yang dikenal luas dengan sebutan Banokeling di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Tradisi ini tidak hanya menjadi bagian dari kehidupan spiritual masyarakat Banokeling, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai luhur yang diwariskan secara turun-temurun.

Apa Itu Unggah-Unggahan?

Unggah-Unggahan adalah ritual membersihkan makam leluhur yang dilakukan setiap tahun menjelang datangnya bulan Ramadan.

Ritual ini memiliki makna mendalam sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur sekaligus ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam pelaksanaannya, masyarakat Banokeling melakukan pembersihan area makam, memberikan sesajen, serta melaksanakan doa bersama untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan di dunia ini.

Tradisi ini juga dikenal dengan nama “Perlon Unggahan,” yang merupakan bagian integral dari kehidupan spiritual komunitas Banokeling. Menurut hasil penelitian, Perlon Unggahan bukan sekadar ritual biasa, tetapi juga menjadi wadah transformasi nilai-nilai agama, sosial, dan budaya dalam masyarakat.

Prosesi Unggah-Unggahan

Ritual Unggah-Unggahan dimulai dengan membersihkan area makam leluhur secara gotong royong. Setelah itu, masyarakat menyiapkan berbagai macam sesajen, seperti bunga, makanan tradisional, dan minuman khas daerah tersebut. Sesajen ini disusun dengan rapi sebagai simbol persembahan kepada arwah leluhur dan Tuhan.

Setelah persiapan selesai, acara dilanjutkan dengan pembacaan doa-doa yang dipimpin oleh pemuka adat atau tokoh spiritual setempat. Doa-doa ini bertujuan untuk memohon perlindungan, keselamatan, dan kelancaran dalam menjalani ibadah puasa selama bulan Ramadan. Selain itu, ritual ini juga menjadi momen refleksi bagi masyarakat untuk mengingat jasa-jasa para leluhur yang telah berjuang demi keberlangsungan generasi saat ini.

Uniknya, dalam prosesi Unggah-Unggahan, peran perempuan sangat menonjol. Perempuan Banokeling memiliki peran penting dalam menyiapkan hidangan untuk kelancaran jalannya ritual. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi ini tidak hanya melibatkan aspek spiritual, tetapi juga memberikan ruang bagi perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam pelestarian budaya.

Nilai-Nilai Luhur dalam Unggah-Unggahan

Tradisi Unggah-Unggahan sarat dengan nilai-nilai luhur yang relevan hingga saat ini. Pertama, ritual ini mengajarkan pentingnya menghormati leluhur sebagai bentuk pengakuan terhadap sejarah dan akar budaya. Kedua, tradisi ini menguatkan nilai-nilai gotong royong, karena seluruh masyarakat bekerja sama dalam membersihkan makam dan menyiapkan sesajen.

Selain itu, Unggah-Unggahan juga menjadi sarana pendidikan moral bagi generasi muda. Melalui ritual ini, anak-anak diajarkan tentang pentingnya menjaga hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, alam, dan sesama manusia. Nilai-nilai ini sangat relevan dalam kehidupan modern yang sering kali diwarnai oleh individualisme dan materialisme.

Konteks Keislaman dalam Tradisi Unggah-Unggahan

Meskipun masyarakat Banokeling adalah penganut Islam, mereka tetap melestarikan tradisi Unggah-Unggahan sebagai bagian dari identitas budaya mereka. Tradisi ini tidak bertentangan dengan ajaran Islam, melainkan menjadi bentuk sinkretisme budaya yang unik. Sesajen yang dipersembahkan bukanlah bentuk penyembahan kepada arwah leluhur, melainkan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan.

Keberadaan kompleks situs Banokeling, yang terdiri dari makam kuno yang diyakini sebagai makam tokoh penyebar Islam di Banyumas, semakin memperkuat signifikansi tradisi ini dalam konteks keislaman lokal.

Makam tersebut menjadi pusat spiritualitas yang menghubungkan masyarakat dengan nilai-nilai keagamaan dan budaya mereka.

Tantangan Pelestarian Tradisi Unggah-Unggahan

Di tengah arus modernisasi dan globalisasi, tradisi Unggah-Unggahan menghadapi tantangan besar. Generasi muda cenderung kurang tertarik untuk melanjutkan tradisi ini karena pengaruh budaya populer dan gaya hidup modern. Namun, upaya pelestarian terus dilakukan melalui edukasi dan dokumentasi, seperti penelitian akademik dan publikasi media.

Tradisi Unggah-Unggahan Banokeling adalah contoh nyata bagaimana warisan budaya lokal dapat bertahan di tengah modernitas. Ritual ini tidak hanya menjadi penghubung antara manusia dengan leluhur dan Tuhan, tetapi juga sebagai wadah untuk memperkuat nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan toleransi. Dengan dukungan semua pihak, tradisi ini diharapkan dapat terus lestari dan menjadi inspirasi bagi generasi mendatang.

Jadwal Unggah-Unggahan Banokeling di Tahun 2025

Tradisi Unggah-Unggahan Banokeling di Desa Pekuncen adalah contoh nyata bagaimana kearifan lokal dapat bertahan di tengah arus modernisasi. Acara ini tidak hanya menjadi sarana untuk menghormati leluhur, tetapi juga menjadi momentum untuk memperkuat identitas budaya, menjaga harmoni sosial, dan melestarikan lingkungan. Pada tahun 2025, masyarakat Bonokeling akan melaksanakan tradisi ini pada hari Jumat terakhir bulan Sadran.

Ketentuan Bagi Mayarakat Umum

Acara ini memiliki nilai spiritual dan menjadi simbol penghormatan kepada leluhur serta ajang solidaritas sosial. Berikut ketentuan bagi masyarakat umum yang ingin menyaksikan prosesi ini:

  1. Hari dan Lokasi
    Ritual berlangsung selama tiga hari dengan puncak acara pada hari Jumat. Ziarah ke makam leluhur hanya diperbolehkan bagi keturunan Banokeling, sementara masyarakat umum dapat menyaksikan dari area sekitar.
  2. Menghormati Tradisi
    Pengunjung wajib mengenakan pakaian sopan, menutup aurat, dan menghindari warna mencolok untuk menjaga kesakralan acara. Bagi laki-laki menggunakan iket kepala, pakaian atasan / kemeja hitam, menggunakan bawahan jarit lurik batik, Bagi perempuan tidak sedang datang bulan, pakaian atasan menggunakan kebaya jawa lebih direkomendasikan berwarna hitam, bawahan memakai kain jarit lurik batik. Dan untuk pengunjung laki-laki dan perempuan direkomendasikan tidak menggunakan alas kaki di area adat Banokeling.
  3. Partisipasi Terbatas
    Beberapa aktivitas seperti ziarah hanya diperuntukkan bagi keturunan Banokeling. Pengunjung diminta tidak ikut campur dalam ritual inti dan cukup menyaksikan dari jarak tertentu.
  4. Menjaga Ketertiban
    Pengunjung diimbau menjaga kebersihan lokasi dan tetap tertib selama acara berlangsung dan diharapkan mengikuti ketentuan yang diberikan oleh masyarakat adat Banokeling.

Dengan mematuhi ketentuan ini, masyarakat umum dapat turut menghargai tradisi luhur yang telah dilestarikan secara turun-temurun oleh komunitas Banokeling.

Jika Anda memiliki kesempatan untuk mengunjungi Banyumas, jangan lewatkan kesempatan untuk menyaksikan langsung keindahan dan kedalaman makna dari tradisi Unggah-Unggahan Banokeling. Ini adalah pengalaman yang tidak hanya memperkaya pengetahuan, tetapi juga menyentuh hati.

LAINNYA